Tokoh Kreatif Inspiratif :
“ SANG SUTRADARA FILM DOKUMENTER “
Hadi Artomo lahir di Madiun, 14 Mei
1954. Kecintaannya pada dunia Film muncul sejak ia masih TK (Taman Kanak-Kanak)
di desa kecil bernama Trenggalek, Jawa Timur. Saat itu, Hadi kecil bersama
rombongan dari sekolah TK-nya berkarya wisata. Saat itu semua anak-anak di ajak
untuk menonton Bisokop pertunjukan Film berjudul “ Ambrin Membolos “ pada tahun
1966. Film yang bercerita tentang seorang anak bernama Ambrin yang keranjingan
sepatu roda sampai bolos sekolah. Film
itu diajarkan untuk rajin belajar. Saat itulah, Pak Hadi merasa hebatnya sebuah
Film. Mengajar tanpa mengurui. Mengajar dan memberi pesan namun tersampaikan
dengan menyenangkan. “ Sampai sekarang saya punya film itu. “ tutur Pak Hadi
tersenyum. Kecintaannya pada Film ia lanjutkan sampai ia masuk di Institut
Kesenian Jakarta, jurusan Film. Beliau merantau ke Jakarta. dengan biaya
sendiri untuk cita-citanya dan orang tuanya mendukung walaupun saat itu
perfilman Indonesia belum bangkit. Disinilah Pak Hadi sadar, bahwa dukungan
orang tua amatlah penting untuk pengembangan kreatifitas dan minatnya. Selesai
menamatkan pendidikan S1, Pak Hadi melanjutkan pendidikan S2 di Institut Seni
Indonesia, Solo. Memilih Film Dokumenter sebagai fokusnya.
KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Di usia yang menginjak 67 tahun, Pak
Hadi Artomo tak berhenti berkarya. Memulai Karier sebagai Juru Kamera di Film “
Kejamnya Ibu Tiri tak Sekejam Ibu Kota” pada tahun 1981, puluhan karya Film
telah dilahirkannya. Mulai dari film iklan, film cerita, sampai film dokumenter
yang menjadi fokusnya. Ia merasa film dokumenter amatlah penting karena film
dokumenter adalah film yang punya ciri otentik dan aktual. Cerita dalam film
dokumenter harus dapat dipertanggungjawabkan baik fakta dan fisiknya. Selain membuat
film dokumenter khusunya dokumenter tentang pulau-pulau di Indonesia, beliau
adalah salah satu anggota Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (PPN) dan dosen
pengajar Filmologi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Universitas Indonesia,
dan Universitas Tarumanagara.
PROSES DAN MOTIF KRETIF
Mengawali karier Pertama kali terjun
ke film jadi juru kamera dalam Kejamnya Ibu Tiri Tak Sekejam Ibu Kota (1981).
Mulai jadi juru suara dalam Naga Bonar (1986),
yang langsung meraih Piala Citra pada FFI 1987.
Dosen di IKJ ini pernah meraih Piala
Widya untuk film Dokumenter Penerangan produksi TVRI Stasiun Pusat Jakarta,
Lereng Tambora (FFI 1991). Beliau makin mengepakan sayap menjadi Penulis
Sekenario dan Produser Film. Motif kreatifitas dengan melihat situasi dan
keadaan di sekitarnya pun dialami pak Hadi. Hal yang meresahkan hatinya, bisa
dalam keadaan sedih ataupun senang di tuangkan dalam sebuah sekenario, lalu ia
mulai mengadakan riset.
Setelah itu, mulai mengembangkan gagasan
menjadi sebuah ide yang ia sebut pengalihwujudan ide.
Sekenario menurutnya adalah dasar dari
semuanya. Menentukan kru, pemain film, production design, lokasi, dan
pendanaan. Setelah planning-planning tersebut tercipta, mulailah pra-produksi (
casting, artistik lokasi, dana ), produksi film, sampai pasca produksi ( film
masuk ke bioskop, promosi film , dll ) Semua di butuhkan kerja sama yang
kompak, displin yang tinggi, dan ketepatan waktu.
Salah satu contoh adalah ketika beliau
memproduseri film “ Absensi “ yang bercerita seorang guru yang menolong anak
muridnya yang terjerat pergaulan bebas.
Ia membaca koran mengenai anak-anak muda yang
banyak terjerat free sex dan narkoba. Berkerjasama dengan Hanung Bramantyo yang
ia tunjuk sebagai sutradara, film dibuat. Begitupula dengan film documenter
tentang Indonesia, yang ia rasa bertanggung jawab membuat documenter film.
Karena Indonesia kaya akan budaya
Indonesia.Namun, proses-proses yang beliau lalui tak lepas dari hambatan.
Sebagai produser ia harus mampu bekerjasama memimpin : para kru dan pemain yang
sering terlambat, mengalami masalah lain dimana sebuah film harus menurut pada
deadline.
Hambatan berkurang seiring
keterampilan di asah terus untuk
mengolah sebuah film. “ Prose situ perlu, tidak bisa instan “ tutur Pak
Hadi.
KARYA
·
Kejamnya
Ibu Tiri tak Sekejam Ibu Kota – tahun 1981 – Direcctor of photography
·
Jaka
Tarub dan Tujuh Bidadari – tahun 1984 – director of Photography
·
Hati
Seorang Wanita – tahun 1984
·
Naga
Bonar – tahun 1986 – Juru Suara
·
Film
Dokumenter : Suku MOI Papua - Produser
·
Film
Dokumenter : Suku Dayak – Kalimantan – Produser
·
Film
Iklan – Taman Impian Jaya Ancol – tahun 1992
·
Film
Absentsi – tahun 2002 – Produser
·
Dan
lain sebagainya.
PRESTASI DAN TUJUAN HIDUP
Atas kecintaanya pada Film, Pak Hadi
Artomo saat itu menjadi juru suara dalam Naga Bonar (1986), yang langsung
meraih Piala Citra pada FFI 1987. Meraih Piala Widya untuk film Dokumenter
Penerangan prduksi TVRI Stasiun Pusat Jakarta, Lereng Tambora (FFI 1991).
Menjadi Anggota Pertimbangan Perfilman Nasional yang diangkat langsung oleh
Presiden Megawati, dan keduakalinya dilantik oleh Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Mengajar adalah salah satu bentuk
kecintaanya pada film. Ia mengajarkan film kepada para mahasiswa dan menekankan
untuk tidak takut berbuat salah, try and error. Lebih baik salah ketika masih
belajar daripada salah ketika kerja nanti, yang penting proses yang saya nilai.
Hal ini juga berlaku bagi anak kandungnya. Ia tidak mengaharuskan anaknya ikut
jejaknya, ia percaya bahwa setiap manusia punya emosional intelligence. Ia
mengarahkan anaknya pada minat apa yang ia sukai. Sekarang tujuan hidupnya adalah terus
berkarya untuk membuat film Dokumenter Budaya dan Kekayaan alam Indonesia. “
kalau bukan kita yang merekam budaya kita sendiri, siapa lagi? “ tuturnya.
Budaya Indonesia kaya dan tidak ada habis-habisnya untuk direkam dan dijadikan
film. Dan setiap film itu menjadi bekal untuk masa yang akan datang, untuk anak
cucu kita untuk mencintai Indonesia dan melestarikannya. Ia ingin membuat
tatanan peradaban budaya Indonesia lebih baik lewat film yang ia buat, berkarya
terus untuk bangsa.
KESIMPULAN
Sebagai salah satu mahasiwi yang
diajarkan oleh Pak Hadi Artomo, saya bangga pernah diajarkan oleh beliau.
Beliau adalah seorang sutradara yang kreatif dan bertangan dingin. Dengan
pembawaan yang santai beliau memberikan kami penlajaran berharga tentang makna
sebuah film yang sesungguhnya. Mungkin, beberapa produser film Indonesia lebih
suka membuat film horror dan berbau sex yang memang laku dan mendapat banyak
keuntungan. Tapi, apakah karya itu dapat berguna untuk kita? Berbeda. Pak Hadi
terus menekuni film Dokumenter Indonesia
yang dapat membuat anak-anak muda Indonesia lebih paham dan cinta budaya
Indonesia, memotivasi anak muda bahwa Indonesia adalah alam yang kaya dan patut
kita syukuri. Bila kita mencintai sebuah bidang apapun itu, jangan lihat dari
berapa keuntungan yang didapatkan saja tapi lihat apakah kreatititas kita berguna
bagi orang lain dang bangsa. Hiduplah perfilman Indonesia!
PENGANTAR PENULIS
" Pada dasarnya, kreatifitas adalah
sesuatu yang harus dilatih. Semakin kita melatih kreatifitas, semakin kita
dapat mengembangkan gagasan dan ide. Film adalah sebuah karya kreatif yang
menurut orang awam sesuatu yang “wah” sulit diciptakan jika tidak ahli karena
memakai teknologi yang banyak, banyak orang yang harus terlibat di dalamnya
mulai dari kru, sutradara, pemain film, pendanaan, dll. Pak Hadi Artomo adalah
seseorang yang saya anggap berpengalaman dalam membuat sebuah film, terbukti
dengan karya-karya yang ia hasilkan. " Luh Putu Grace Eunike
No comments:
Post a Comment